Selamat Datang Di Blog Pustaka Mallawa
Terima kasih atas kunjungan Anda di blog Pustaka Mallawa,
semoga apa yang saya share di sini bisa bermanfaat dan memberikan motivasi pada kita semua
untuk terus berkarya dan berbuat sesuatu yang bisa berguna untuk orang banyak.

ENERGI SEBAGAI “MESIN” PEMBANGUNAN EKONOMI

Negara tidak cukup hanya dengan menyisihkan sebagian pendapatannya dari perekonomian untuk mengganti barang-barang modal yang rusak, akan tetapi untuk tumbuh diperlukan adanya Investasi sebagai tambahan dalam persediaan modal. Kira-kira begitulah pesan dalam teori Tahapan Linear Walt W. Rostow Ekonom Amerika.

Modal (capital) merupakan kekayaan yang tersedia dalam sebuah negara mulai dari permukaan tanah hingga kedalam-dalamnya yang dapat digunakan dalam pembangunan negara dan kemakmuran rakyat. Kekayaan inilah menjadi sumber daya dari sebuah negara dalam mengarungi perjalanan yang panjang untuk mencapai cita-citanya. 

Indonesia dianugrahi oleh Tuhan sumber daya yang melimpah yang tidak dimiliki  negara lain di dunia. Alangkah buruknya jika sumber daya yang melimpah ini tidak digunakan sebagai modal penggerak pembangunan negara terlebih lagi tidak di nikmati oleh masyarakat. Sumber daya energi misalnya salah satu kekayaan terbesar yang dimiliki bangsa yang dapat menjadi modal pembangunan nasional dalam mewujudkan kemakmuran rakyat, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh negara, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat 2 dan 3). Hal yang sama di ungkap oleh Zulhadi (2010) bahwa ketidak mampuan negara dalam menyediakan sumber daya energi mengakibatkan lemahnya negara membangun peradabannya 

Mengakali Sumber Daya Energi

Kondisi saat ini masih mengindikasikan pemanfaatan sumber daya energi yang belum optimal. Sumber daya energi belum diperlakukan sebagai modal pembangunan akan tetapi diperlakukan sebagai komoditas andalan dalam penerimaan negara. Batu Bara misalnya, yang masih berorientasi devisa dari kegiatan ekspor  untuk penerimaan negara. Sedangkan, pemanfaatannya di dalam negeri belum optimal, sehingga produksi batu bara yang melimpah tersalurkan melalui kegiatan ekspor. Selain itu, kekuatan negara dalam menghadapi gejolak harga minyak Dunia yang berdampak terhadap gejolak harga minyak dalam negeri, menyebabkan titik keseimbangan permintaan penawaran berjauhan. Ketidak mampuan Negara dalam mengeksplorasi minyak dari perut bumi barakibat pada cadangan minyak semakin menurun. Cadangan minyak terbukti Indonesia Tahun 2016 sebesar 3,31 miliar baler, lebih rendah dibanding dengan Vietnam (4,40) dan Malaysia (3,60), bahkan diprediksi akan terus mengalami penurunan (Sumber: CNBC Indonesia, 2018).

Keterbatasan infrastruktur Energi masih menjadi kendala dalam pengelolaan dan pemanfaatannya. Selain itu, ketergantungan impor BBM masih tinggi, subsidi energi yang belum sepenuhnya tepat sasaran, masih rendahnya pemanfaatan EBT, serta pemanfaatan energi belum efisien. 

Kilas Balik Energi dan Pembangunan

Disparitas energi antar daerah menjadi kendala bagi daerah dalam membangun daerahnya untuk sejajar dengan daerah-daerah lain yang lebih maju, begitu halnya dengan provinsi Gorontalo. Konsumsi energi listrik Gorontalo dilihat dari sektor pengguna masih didominasi sektor rumah tangga, dimana jumlah pelanggan rumah tangga sebanyak 222.657 rumah tangga tahun 2016. Sedangkan sektor terendah adalah sektor industri sebanyak 118 pelanggan tahun 2016. Jumlah keluarga yang berlistrik tahun 2016 baik PLN dan Non PLN sebanyak 236.607 sedangkan jumlah keluarga keseluruhan sebanyak 269.922, jadi masih terdapat 33.315 keluarga yang belum berlistrik di tahun 2016. Rasio elektrifikasi Gorontalo tahun 2016 sebesar 87,66 (Sumber: Direktorat Jendral Ketanagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2016). Tentunya kebutuhan-kebutuhan energi listrik yang belum terpenuhi akan berimbas pada permasalahan sosial ekonomi Gorontalo

Dari sisi ekonomi, dimana kondisi perekonomian Gorontalo 5 tahun terakhir mengalami perlambatan, tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Gorontalo sebesar 7,67 persen turun menjadi 6,74 persen tahun 2017. Beberapa sektor lapangan usaha yang sebelumnya mengalami pertumbuhan justru melambat. Industri pengolahan misalnya tahun 2014 sebesar 5,99 persen turun menjadi 3,46 persen. Konstruksi dari 7,85 persen turun menjadi 2,48, begitu halnya transportasi dan pergudangan dari  8,57 persen turun 5,32 persen (BPS Provinsi Gorontalo dalam Angka). Sektor lapangan usaha tersebut merupakan sektor yang membutuhkan pasokan energi dalam menunjang produksinya.

Hal lainnya yang bisa diajdikan konfirmasi atas fenomena ini adalah pendapatan perkapita (income percapita). Pendapatan perkapita sebagai ukuran tingkat kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi pendapatan perkapita penduduk tiap tahunnya semakin tinggi tingkat kesejahteraannya. Pendapatan perkapita penduduk provinsi Gorontalo tahun 2012 sebesar 16,5 juta mengalami peningkatan tahun 2017 sebesar 21,4 juta. Semakin tinggi kesejahteraan penduduk, makin tinggi pemakaian energi per kapita. Jumlah penduduk menjadi indikator besarnya permintaan energi. Jumlah penduduk provinsi Gorontalo tahun 2017 sebesar 1.168.190 jiwa dan pertumbuhan penduduk di atas 1,5 persen dengan artian bahwa setiap tahunnya terjadi pertambahan penduduk sekitar 17.500 jiwa. Hal ini akan berdampak terhadap permintaan listrik yang terus meningkat.

Merencanakan Energi

Adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam pengaturan di bidang energi, di tambah dengan lahirnya Peraturan Presiden nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional tentunya menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam membuat rencana energi daerahnya. Regulasi tersebut memberikan peluang yang besar bagi daerah khususnya provinsi Gorontalo dalam merencanakan, mengatur, mengelolah, memanfaatkan dan mengembangkan energi secara otonom, disamping berkontribusi dalam mencapai target kebijakan energi nasional juga menjadi mesin penggerak ekonomi Gorontalo untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Energy sebagai modal (capital), sedangkan modal sebagai syarat pertumbuhan ekonomi, sebagaimana model pertumbuhan Harrod dan Domar (1993) yang mengemukakan bahwa peningkatan stok capital meningkatkan kapasitas produksi masyarakat. Peningkatan kapasistas produksi berarti peningkatan penawaran agregat.

Adanya alasan hukum dan pijakan teoritis sebagaimana yang dikemukan di atas menjadi justifikasi bagi Pemerintah Daerah Gorontalo untuk merencanakan dan menyusun kerangka pemanfaatan energi dalam pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Gorontalo. Semoga!!!



Tulisan ini di tulis pada saat penulis sebagai Tim Penyusun Rencana Energi Daerah Provinsi Gorontalo. semoga bisa memberikan manfaat bagi pembaca


SyamsulNani
Enter your email address to get update from Pustaka Mallawa.
Print PDF
Next
This is the current newest page
Previous
Next Post »

Copyright © 2013. Pustaka Mallawa - All Rights Reserved | Modify by Pustaka Mallawa Powered by Blogger