By: Syamsul Nani
Masalah-masalah yang terjadi dalam perekonomian di Indonesia :
Masalah-masalah yang terjadi dalam perekonomian di Indonesia :
1. PENGANGGURAN
Pengangguran akan lebih banyak memberikan dampak yang
kurang baik bagi kegiatan ekonomi suatu Negara. Pengangguran akan menyebabkan
beban angkatan kerja yang benar – benar poduktif menjadi semakin berat,
disamping secara sosial pengangguran akan menimbulkan kecendrungan masalah –
masalah kriminalitas dan masalah sosial lainnya. Pengangguran adalah seseorang
yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum
dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan
nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal
yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama.
Penyebab terjadinya
pengangguran :
a. Besarnya angkatan
kerja tidak seimbang dengan kesempatan kerja
b. Struktur lapangan
kerja tidak seimbang
c. Kebutuhan jumlah dan
jenis terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang
d. Meningkatnya peranan
dan aspirasi angkatan kerja wanita dalam seluruh struktur angkatan kerja
Indonesia.
e. Penyediaan dan
pemanfaatan tenaga kerja angkatan daerah tidak seimbang.
2.INFLASI
Inflasi
adalah suatu keadaan dimana terdapat kenaikan harga umum secara terus-menerus.
Jadi bukan kenaikan harga satu atau dua macam barang saja, melaikan kenaikan
harga dari sebagian besar barang dan jasa, dan pula bukan hanya satu atau dua
kali kenaikan harga, melainkan kenaikan harga secara terus menerus.
Macam-macam Inflasi
Dalam melihat macam inflasi, kita dapat membedakannya berdasarkan atas laju pertumbuhan inflasi tersebut atau menurut boediono, berdasarkan atas parah atau tidaknya inflasi tersebut antara lain :
- Inflasi yang ringan (kurang dari 10% per tahun)
- Inflasi sedang (antara 10-30% per tahun)
- Inflasi berat (antara 30-100% per tahun)
- Hioerinflasi (diatas 100% per tahun)
Dampak Inflasi
Pembedaan macam inflasi atas parah atau tidaknya ini berguna untuk melihat dampak dari inflasi yang bersangkutan. Apabila inflasi itu ringan, biasanya justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian untuk berkembang lebih baik yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang menjadi begairah bekerja atau ada insentif untuk bekerja, menabung, maupun mengadakan investasi.
Sebaliknya dalam masa inflasi yang parah yaitu pada saat terjadi hiperinflasi, keadaan perekonomian menjadi kacau balau, dan perekonomian menjadi lesu, orang menjadi tidak bersemangat bekerja, menabung, maupun mengadakan investasi dan produksi. Karena harga meningkat sangat cepat, para penerima pendapatan tetap akan menjadi kewalahan dalam mengimbangi kenaikan harga barang dan jasa, sehingga taraf hidup mereka menjadi semakin merosot dari waktu ke waktu.
Demikian pula bagi para pengusaha yang bergerak dalam menghasilkan barang. Karena kenaikan harga yang begitu cepat. Ini menyebabkan terjadinya spekulasi.
Tabungan pun akan menjadi semakin lenyap dan digantikan dengan hoarding yaitu menyimpan dalam bentuk barang dan bukan uang. Karena ini lebih menguntungkan ketika harga-harga pada naik.
Sebagai akibat keseluruhan, jumlah barang dan jasa menjadi semakin langka dalam perekonomian, sehingga harga tidak menjadi semakin reda kenaikannya, tetapi justru akan menjadi semakin cepat dan perekonomian menjadi semakin parah keadaanya. Nilai uang merosot terus dan karena itu uang semakin tidak berharga sehingga begitu diterima dibelanjakan lagi. Keadaan ini akan semakin memperparah perekonomian.
Dalam melihat macam inflasi, kita dapat membedakannya berdasarkan atas laju pertumbuhan inflasi tersebut atau menurut boediono, berdasarkan atas parah atau tidaknya inflasi tersebut antara lain :
- Inflasi yang ringan (kurang dari 10% per tahun)
- Inflasi sedang (antara 10-30% per tahun)
- Inflasi berat (antara 30-100% per tahun)
- Hioerinflasi (diatas 100% per tahun)
Dampak Inflasi
Pembedaan macam inflasi atas parah atau tidaknya ini berguna untuk melihat dampak dari inflasi yang bersangkutan. Apabila inflasi itu ringan, biasanya justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian untuk berkembang lebih baik yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang menjadi begairah bekerja atau ada insentif untuk bekerja, menabung, maupun mengadakan investasi.
Sebaliknya dalam masa inflasi yang parah yaitu pada saat terjadi hiperinflasi, keadaan perekonomian menjadi kacau balau, dan perekonomian menjadi lesu, orang menjadi tidak bersemangat bekerja, menabung, maupun mengadakan investasi dan produksi. Karena harga meningkat sangat cepat, para penerima pendapatan tetap akan menjadi kewalahan dalam mengimbangi kenaikan harga barang dan jasa, sehingga taraf hidup mereka menjadi semakin merosot dari waktu ke waktu.
Demikian pula bagi para pengusaha yang bergerak dalam menghasilkan barang. Karena kenaikan harga yang begitu cepat. Ini menyebabkan terjadinya spekulasi.
Tabungan pun akan menjadi semakin lenyap dan digantikan dengan hoarding yaitu menyimpan dalam bentuk barang dan bukan uang. Karena ini lebih menguntungkan ketika harga-harga pada naik.
Sebagai akibat keseluruhan, jumlah barang dan jasa menjadi semakin langka dalam perekonomian, sehingga harga tidak menjadi semakin reda kenaikannya, tetapi justru akan menjadi semakin cepat dan perekonomian menjadi semakin parah keadaanya. Nilai uang merosot terus dan karena itu uang semakin tidak berharga sehingga begitu diterima dibelanjakan lagi. Keadaan ini akan semakin memperparah perekonomian.
3. KRISIS MONETER
Krisis moneter yang
melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini telah berlangsung hampir
dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan
ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah
pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena
terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai
musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi
seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang
dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara
besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota
pada pertengahan Mei 1998 lalu dan kelanjutannya. Krisis moneter ini terjadi,
meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan
disanjung-sanjung oleh Bank Dunia (lihat World Bank: Bab 2 dan Hollinger). Yang
dimaksud dengan fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah,
neraca pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca
berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa
masih cukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit
surplus. Lihat Tabel. Namun di balik ini terdapat beberapa kelemahan struktural
seperti peraturan perdagangan domestik yang kaku dan berlarut-larut, monopoli
impor yang menyebabkan kegiatan ekonomi tidak efisien dan kompetitif. Pada saat
yang bersamaan kurangnya transparansi dan kurangnya data menimbulkan ketidak
pastian sehingga masuk dana luar negeri dalam jumlah besar melalui sistim
perbankan yang lemah. Sektor swasta banyak meminjam dana dari luar negeri yang
sebagian besar tidak di hedge. Dengan terjadinya krisis moneter, terjadi juga
krisis kepercayaan. (Bandingkan juga IMF, 1997: 1). Namun semua kelemahan ini
masih mampu ditampung oleh perekonomian nasional. Yang terjadi adalah, mendadak
datang badai yang sangat besar, yang tidak mampu dbendung oleh tembok penahan
yang ada,yang selama bertahun-tahun telah mampu menahan berbagai terpaan
gelombang yang datang mengancam
Sistem Perekonomian
yang dianut Indonesia pada masa orde lama,orde baru,dan reformasi:
Krisis moneter yang
melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini telah berlangsung hampir
dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan
ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah
pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena
terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai
musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi
seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang
dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara
besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota
pada pertengahan Mei 1998 lalu dan kelanjutannya. Krisis moneter ini terjadi,
meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan
disanjung-sanjung oleh Bank Dunia (lihat World Bank: Bab 2 dan Hollinger). Yang
dimaksud dengan fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah,
neraca pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca
berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa
masih cukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit
surplus. Lihat Tabel. Namun di balik ini terdapat beberapa kelemahan struktural
seperti peraturan perdagangan domestik yang kaku dan berlarut-larut, monopoli
impor yang menyebabkan kegiatan ekonomi tidak efisien dan kompetitif. Pada saat
yang bersamaan kurangnya transparansi dan kurangnya data menimbulkan ketidak
pastian sehingga masuk dana luar negeri dalam jumlah besar melalui sistim
perbankan yang lemah. Sektor swasta banyak meminjam dana dari luar negeri yang
sebagian besar tidak di hedge. Dengan terjadinya krisis moneter, terjadi juga
krisis kepercayaan. (Bandingkan juga IMF, 1997: 1). Namun semua kelemahan ini
masih mampu ditampung oleh perekonomian nasional. Yang terjadi adalah, mendadak
datang badai yang sangat besar, yang tidak mampu dbendung oleh tembok penahan
yang ada,yang selama bertahun-tahun telah mampu menahan berbagai terpaan
gelombang yang datang mengancam.
1. Zaman Orde Lama (1950-1959)
Sistem ekonomi yang dianut Indonesia adalah
bersifat Sosialisme. Permasalahan yang timbul dimasa orde lama adalah
defisitnya anggaran belanja rendah dan di tutup dengan beredarnya berbagai mata
uang, seperti mata uang The Javasche Bank, uang pemerintahan Belanda, dll.
Kelebihannya:
a. Adanya
kepercayaan diri bangsa Indonesia akan kekuatan yang dimilikinya
b. Kemandirian
ekonomi
Kelemahannya:
a. Kurang
diminatinya Indonesia sebagai tempat investor asing
b. Berhentinya
dana asing
2. Zaman Orde Baru (1966-1998)
Sistem ekonomi yang dianut pada masa ini
lebih ke kapitalistik, dimana Indonesia mulai terbuka dengan dunia
Internasional. Permasalahan yang timbul dimasa orde baru adalah banyaknya utang
luar negeri yang menjadi beban negara, akibat dari ketergantungan negara
terhadap modal asing sebagai biaya pembangunan.
Kelebihannya:
a. Investor
asing mulai mau menanamkan modalnya di Indonesia
b. Indonesia
lebih berkembang dalam hubungan Bilateral dam Multilateral
Kekurangnya:
a. Pembangunan
ekonomi sangat tergantung pada utang luar negeri sebagai soko guru.
b. Bertambahnya
kesenjangan sosial, karna perbedaan pendapatannya yang tidak merata antara si
kaya dan si miskin.
3. Zaman Orde reformasi (1998-sekarang)
Sistem ekonomi yang dianut pada masa ini
adalah kerakyatan Pancasila, tapi lebih condong kearah kapitalistik, dengan
ideologi liberalisme. Permasalahan yang timbul pada masa ini adalah perdagangan
bebas negara ASEAN dan China (ACFTA).
Kelebihannya:
a. Persaingan
usaha yang terbuka (bebas)
b. Kerjasama
dengan luar negeri makin terbuka
Kelemahannya:
a. Maraknya
kenaikan harga pokok, karna factor kesepakatan Multilateral dan kondisi pasar
dunia.
b. Adanya
kesenjangan social di masyarakat
c. Adanya
pemupukan modal dan akumulasi di masyarakat
MACAM-MACAM
PENGELUARAN NEGARA
• Menurut Organisasi
– Pemerintah Pusat
– Pemerintah Propinsi
– Pemerintah Kabupaten/Kota
• Menurut Sifat
– Pengeluaran Investasi
– Pengeluaran Penciptaan
Lapangan Kerja
– Pengeluaran Kesejahteraan
Rakyat
– Pengeluaran Penghematan Masa Depat
– Pengeluaran Yang Tidak
Produktif
MACAM-MACAM PENGELUARAN
NEGARA MENURUT ORGANISASINYA
v PENGELUARAN
PEMERINTAH PUSAT
Dalam APBN, pengeluaran Pemerintah Pusat dibedakan menjadi:
• Pengeluaran untuk Belanja
– Belanja Pemerintah Pusat
• Belanja Pegawai
• Belanja Barang
• Belanja Modal
• Pembayaran Bunga Utang
• Subsidi
• Belanja Hibah
• Bantuan Sosial
• Belanja Lain-lain
– Dana yang dialokasikan ke Daerah
• Dana Perimbangan
• Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
• Pengeluaran untuk Pembiayaan
– Pengeluaran untuk Obligasi Pemerintah
– Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri
– Pembiayaan lain-lain
PENGELUARAN
PEMERINTAH PROPINSI
Dalam APBD Propinsi, pengeluaran negara dibedakan menjadi:
• Pengeluaran untuk Belanja
– Belanja Operasi, yang terdiri dari
• Belanja Pegawai
• Belanja Barang dan jasa
• Belanja Pemeliharaan
• Belanja perjalanan Dinas
• Belanja Pinjaman
• Belanja Subsidi
• Belanja Hibah
• Belanja Bantuan Sosial
• Belanja Operasi Lainnya
– Belanja Modal, terdiri dari:
• Belanja Aset Tetap
• Belanja aset lain-lain
• Belanja tak tersangka
• Bagi hasil pendapatan ke kabupaten/kota/desa, terdiri
dari
– Bagi hasil pajak ke Kabupaten/Kota
– Bagi hasil retribusi ke Kabupaten/Kota
– Bagi hasil pendapatan lainnya ke Kabupaten/Kota
• Pengeluaran untuk Pembiayaan, terdiri dari
– Pembayaran Pokok Pinjaman
– Penyertaan modal pemerintah
– Belanja investasi Permanen
– Pemberian pinjaman jangka panjang
PENGELUARAN
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
Dalam APBD Kabupaten/Kota, pengeluaran negara dibedakan
menjadi:
• Pengeluaran untuk Belanja
– Belanja Operasi, yang terdiri dari
• Belanja Pegawai
• Belanja Barang dan jasa
• Belanja Pemeliharaan
• Belanja perjalanan Dinas
• Belanja Pinjaman
• Belanja Subsidi
• Belanja Hibah
• Belanja Bantuan Sosial
• Belanja Operasi Lainnya
– Belanja Modal, terdiri dari:
• Belanja Aset Tetap
• Belanja aset lain-lain
– Belanja tak tersangka
• Bagi hasil pendapatan ke desa/kelurahan, terdiri dari
– Bagi hasil pajak ke Desa/Kelurahan
– Bagi hasil retribusi ke Desa/Kelurahan
– Bagi hasil pendapatan lainnya ke Desa/Kelurahan
• Pengeluaran untuk Pembiayaan, terdiri dari
– Pembayaran Pokok Pinjaman
– Penyertaan modal pemerintah
– Pemberian pinjaman kepada BUMD/BUMN/Pemerintah
Pusat/Kepala Daerah otonom Lainnya
JENIS-JENIS
PENGELUARAN NEGARA MENURUT SIFATNYA
• PENGELUARAN INVESTASI
– Pengeluaran yang ditujukan untuk menambah kekuatan dan
ketahanan ekonomi di masa datang
– Misalnya, pengeluaran untuk pembangunan jalan tol,
pelabuhan, bandara, satelit, peningkatan kapasitas SDM, dll
• PENGELUARAN PENCIPTAAN
LAPANGAN KERJA
– Pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta
memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat
• PENGELUARAN KESEJAHTERAAN
RAKYAT
– Pengeluaran yang mempunyai pengaruh langsung terhadap
kesejahteraan masyarakat, atau pengeluaran yang dan membuat masyarakat menjadi
bergembira
– Misalnya pengeluaran untuk pembangunan tempat rekreasi,
subsidi, bantuan langsung tunai, bantuan korban bencana, dll
• PENGELUARAN PENGHEMATAN MASA DEPAN
– Pengeluaran yang tidak memberikan manfaat langsung bagi
negara, namun bila dikeluarkan saat ini akan mengurangi pengeluaran pemerintah
yang lebih besar di masa yang akan datang
– Pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat,
pengeluaran untuk anak-anak yatim, dll
• PENGELUARAN YANG TIDAK
PRODUKTIF
– Pengeluaran yang tidak memberikan manfaat secara langsung
kepada masyarakat, namun diperlukan oleh pemerintah
– Misalnya pengeluaran untuk biaya perang
JENIS-JENIS
PENERIMAAN NEGARA
• Berdasarkan institusi yang menanganinya, penerimaan
negara dibedakan menjadi:
– Penerimaan Pemerintah Pusat
– Penerimaan Pemerintah Daerah Propinsi
– Penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Penerimaan
Pemerintah Pusat
– Penerimaan Negara dan Hibah
• Penerimaan Dalam Negeri
– Penerimaan perpajakan
– Penerimaan bukan pajak (PNBP)
– Bagian laba BUMN
– Lain-lain penerimaan yang sah
– Penerimaan Pembiayaan
• Pinjaman sektor Perbankan
• Pinjaman luar negeri
• Penjualan Obligasi Pemerintah
• Privatisasi BUMN
• Penjualan aset pemerintah
Penerimaan
Pemerintah Daerah Propinsi
– Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari:
• Pajak Daerah
• Retribusi Daerah
• Bagian laba BUMD
• PAD lainnya yang sah, yang terdiri dari pendapatan hibah,
pendapatan dana darurat, dan lain-lain pendapatan.
– Pendapatan dari Dana Perimbangan, terdiri dari:
• Bagian daerah dari PBB dan BPHTB
• Bagian daerah dari Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Perseorangan/Pribadi
• Bagian daerah dari Sumber daya alam
• Bagian daerah dari Dana Alokasi Umum
• Bagian daerah dari Dana Alokasi Khusus
– Penerimaan Pembiayaan, terdiri dari:
• Pinjaman dari Pemerintah Pusat
• Pinjaman dari Pemerintah Daerah Otonom Lainnya
• Pinjaman dari BUMN/BUMD
• Pinjaman dari Bank/Lembaga non Bank
• Pinjaman dari Luar Negeri
• Penjualan Aset Daerah
• Penerbitan Obligasi Daerah
PENERIMAAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA
– Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari:
• Pajak Daerah
• Retribusi Daerah
• Bagian laba BUMD
• PAD lainnya yang sah, yang terdiri dari pendapatan hibah,
pendapatan dana darurat, dan lain-lain pendapatan.
– Pendapatan dari Dana Perimbangan, terdiri dari:
• Bagian daerah dari PBB dan BPHTB
• Bagian daerah dari Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Perseorangan/Pribadi
• Bagian daerah dari Sumber daya alam
• Bagian daerah dari Dana Alokasi Umum
• Bagian daerah dari Dana Alokasi Khusus
Penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
– Penerimaan Pembiayaan, terdiri dari:
• Pinjaman dari Pemerintah Pusat
• Pinjaman dari Pemerintah Daerah Otonom Lainnya
• Pinjaman dari BUMN/BUMD
• Pinjaman dari Bank/Lembaga non Bank
• Pinjaman dari Luar Negeri
• Penjualan Aset Daerah
• Penerbitan Obligasi Daerah